Fenomena La Nina - Anomali Cuaca 5 Tahunan

Ayo Waspada Fenomena La Nina -  Anomali Cuaca 5 Tahunan yang meningkatkan potensi bencana alam di Indonesia


La Niña

Akhir-akhir ini, sebagian wilayah di Indonesia mulai masuk kedalam musim penghujan ditandai dengan meningkatnya intensitas hujan dibeberapa daerah. Salah satu yang menyebabkan hal ini adalah fenomena La Niña.  Fenomena ini biasanya juga diikuti oleh meningkatnya berbagai potensi bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan pergerakan lahan serta naiknya harga pangan.


La Niña (dalam pengucapan bahasa Spanyol: [la ˈniɲa]) adalah suatu fase dingin dari El Niño–Osilasi Selatan dan merupakan kebalikan dari fenomena El Niño. Istilah La Niña sendiri berasal dari bahasa Spanyol yang artinya anak perempuan dan dikenal sebagai anti El Niño serta disebut sebagai El Viejo yang artinya si Tua (NOAA, 2020). Fenomena ini ditandai dengan menurunnya suhu di timur samudera pasifik yang mengakibatkan berpindahnya air laut dengan suhu yang hangat yang berasal dari disekitar garis khatulistiwa menuju ke wilayah sekitar Indonesia. Perpindahan tersebut menyebabkan wilayah perairan Indonesia menjadi hangat dan tekanan udara menjadi rendah, sehingga menyebabkan adanya aliran udara yang mengandung uap air dari samudera pasifik menuju Indonesia. Kemunculan fenomena La Niña ini biasanya berlangsung kurang lebih selama lima bulan (NOAA, 2020).


Gambar : Google


Latar belakang

La Niña merupakan pola cuaca yang kompleks yang terjadi tiap 5 - 7 tahun sekali, sebagai akibat dari perubahan dan variasi suhu permukaan laut di wilayah Samudera Pasifik yang berada disekitar garis khatulistiwa (NOAA, 2020). Fenomena ini terjadi karena adanya hembusan angin yang kuat meniup air hangat permukaan laut dari Amerika Selatan melewati Pasifik menuju wilayah timur Indonesia (NOAA, 2020). Saat air yang hangat ini bergerak ke arah barat, air dingin yang berasal dari dasar laut naik ke permukaan di wilayah perairan Pasifikdekat dengan Amerika Selatan (NOAA, 2020). Oleh karena itu, fenomena ini dianggap sebagai fase dingin dari pola cuaca El Niño–Osilasi Selatan yang lebih besar, dan merupakan kebalikan dari pola cuaca El Niño.


Fenomena La Niña telah terjadi selama ratusan tahun dan biasanya berlangsung secara teratur, selama awal abad ke-17 dan awal abad ke-19 (Druffel, 2015). Sejak awal abad ke-20, tercatat bahwa fenomena La Niña berlangsung pada tahun 1903-1904, 1906-07, 1909-1911, 1916-18, 1924-25, 1928-30, 1938-39, 1942-43, 1949–51, 1954–57, 1964-65, 1970–72, 1973–76, 1983–85, 1988–89, 1994–95, 1998–2001, 2005–06, 2007–08, 2008–09, 2010–12, 2016, 2017–18 as well as 2020.


Setiap badan atau organisasi prakiraan cuaca dunia memiliki ambang batas yang berbeda dalam menentukan kapan = fenomena La Niña terjadi, hal tersebut terjadi akibat adanya penyesuaian yang dilakukan oleh masing-masing badan prakiraan cuaca terhadap minat masing-masing (Bekker, 2014). Sebagai contoh, Badan Meteorologi Australia memperhatikan pergerakan angin pasat, SOI, model cuaca, dan suhu permukaan laut di wilayah NINO 3 dan 3,4 sebelum menyatakan bahwa fenomena La Niña mulai berlangsung (Australian Buraeu of Meteorology, 2016). Akan tetapi, Badan Meteorologi Jepang menyatakan bahwa fenomena La Niña telah berlangsung ketika rata-rata penyimpangan suhu muka laut selama lima bulan untuk wilayah NINO.3 lebih dingin dari 0,5 °C (0,90 °F) selama enam bulan berturut-turut atau lebih (Japan Meteorological Agency, 2020)


Dampak La Niña di wilayah Indonesia

Dampak utama dari fenomena La Niña terhadap wilayah Indonesia adalah peningkatan curah hujan di wilayah tengah dan timur Indonesia sebagai akibat dari menghangatnya suhu muka laut di wilayah perairan Indonesia. Selain itu, fenomena ini dapat menyebabkan musim hujan yang lebih panjang atau musim kemarau yang basah di wilayah Indonesia dan peningkatan curah hujan yang signifikan pada saat musim hujan berlangsung, sehingga bencana hidrometeorologi rawan terjadi di pelbagai wilayah Indonesia (BMKG, 2020).


Citra satelit Cuaca Himawari menunjukkan pembentukan awan (warna oranye) yang cukup banyak di wilayah Indnesia Timur dan Tengah
Gambar : BMKG


Daftar Pustaka 

"What are El Niño and La Niña?" United States National Ocean Service. February 10, 2020. Diakses tanggal 11 September 2020.
Druffel, Ellen R M; Griffin, Sheila; Vetter, Desiree; Dunbar, Robert B; Mucciarone, David M (16 March 2015). "Identification of frequent La Niña events during the early 1800s in the east equatorial Pacific". Geophysical Research Letters. 42 (5): 1512–1519. doi:10.1002/2014GL062997.
Becker, Emily (4 December 2014). "December's ENSO Update: Close, but no cigar". ENSO Blog.  Diakses tanggal 4 April 2016.
ENSO Tracker: About ENSO and the Tracker". Australian Bureau of Meteorology. Diakses tanggal 29 Oktober 2020.
"Historical El Niño and La Niña Events". Japan Meteorological Agency. Diakses tanggal 29 Oktober 2020.

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

Talk to us

Info-Kelautan adalah media yang diinisiasi untuk meningkatan kesadaran akan kondisi kelautan dan kemaritiman saat ini, khususnya disektor pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kualitas sumber daya manusia di bidang kelautan dan maritim Indonesia.

Address:

Jl. Prof. Sudarto No.13, Tembalang, Kec. Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275 C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

082277552269